Selasa, 01 November 2011

The Last King of Scotland

The Last King of Scotland

The Last King of Scotland menampilkan kisah dimana seorang pemimpin yang pada awalnya begitu popular dan dicintai warganya, kemudian dikenal sebagai diktator paling kejam di Afrika pada tahun 1970an. Film ini adalah gabungan kisah nyata campur kisah fiksi. Film ini diangkat dari novel berjudul sama karya Giles Foden. Berkisah tentang petualangan Nicholas Garrigan (James McAvoy). Tokoh Nicholas Garrigan adalah fiksi, namun sosok dr Garrigan ini disadur dari pengalaman nyata dari Bob Astles, seorang perwira Inggris yang sempat membantu pesaing Idi Amin, Milton Obote, dalam perebutan kekuasaan. Astles sendiri dikenal sebagai 'The White Rat' dan Amin memberinya gelar 'Major Bob'.


Garrigan adalah seorang dokter muda asal Skotlandia. Lulus dari almamaternya, ia dengan secara 'sembarang' memilih Uganda sebagai tempat dia mengabdi sebagai seorang dokter. Awal film ini juga bercerita tentang Garrigan yang penuh dedikasi sekaligus seorang flamboyan. Garrigan tiba di Uganda pada 1971. Saat itu adalah masa awal pemerintahan Idi Amin, dimana ketika itu Idi Amin adalah pemimpin yang popular, dan secara tak terduga ada satu kesempatan mempertemukannya dengan Idi Amin (Forest Whitaker).

Persahabatan Garrigan dan Amin bermula dari sebuah insiden kecil. Mobil jip Idi Amin diseruduk seekor banteng dalam kunjungan sang presiden itu ke sebuah dusun kecil di pinggiran Uganda, tempat Garrigan bertugas. Garrigan diminta bantuan untuk memeriksa kondisi Amin. Amin tertarik dengan kecekatan dan keberanian Garrigan, yang kemudian juga memulihkan tangannya yang dikira patah dalam insiden itu. Amin lantas mengundangnya ke istana presiden. Garrigan diminta Amin untuk menjadi dokter pribadinya, ia mengatakan "Jika kamu mau mengabdi pada negara ini, kamu harus menjaga kesehatanku, bapak dari negeri ini." Diceritakan bahwa Garrigan berkali-kali menyelamatkan nyawa Amin. Faktor kebetulan dan keajaiban terjadi dimana Garrigan selalu menjadi sosok yang menyelamatkan Amin dari percobaan pembunuhan. Maka, kemudian Garrigan tak hanya didaulat menjadi dokter kepresidenan, tetapi juga penasihat terpercaya Amin. Akibat perbobaan pembunuhan kepada Amin membuatnya menjadi paranoid, ia kemudian membuat 'double' yaitu sosok yang mirip dengannya lengkap dengan pakaian Jenderal kemana-mana ia pergi. Supaya si pembunuh bisa salah jika ingin membunuh Amin. Tapi dari sana lantas tergambar, kalau Amin adalah jenderal perang yang rapuh, takut kematian. Ada quote yang menarik dari film ini "Jika kamu takut mati, itu artinya kamu punya kehidupan yang berharga yang harus dipertahankan." ini diucapkan Garrigan kepada Amin, dan Amin semakin bersimpati kepdanya.

Namun kejadian demi kejadian membuat Garrigan menjadi mengerti bahwa ia sedang melayani diktaktor brutal yang sedang memimpin negara. Dalam film ini, diceritakan salah satu anggota badan intelijen Inggris menghasut Garrigan untuk membunuh Amin, karena dirasa Garrigan adalah sosok yang tepat, karena ia adalah orang yang paling dekat dengan Amin. Faktanya, seperti yang di lansir Radio BBC pada 17 Agustus 2003, sehari setelah kematian Amin di pengasingannya di Saudi Arabia, mantan menteri luar negeri Inggris, David Owen, pada periode 1977-1979, mengakui pernah mengusulkan ide ini. Owen mengatakan "Rezim Amin adalah rezim paling buruk yang pernah ada. Sungguh memalukan bagi kita untuk membiarkannya terus berkuasa."

Petualangan Garrigan menjadi semakin kompleks karena ia terlibat hubungan asmara dengan Kay (Kerry Washington), salah satu istri Amin. Ketika tersingkap pengkianatan itu, Amin bahkan memutilasi Kay, istrinya. Garrigan memutuskan pergi dari Uganda. Namun, itu mustahil. Amin terus menguasainya dan bakal membunuhnya jika ia coba-coba kabur.

Film ini ditutup dengan kejadian sejarah yaitu pembajakan pesawat Air France oleh militan Arab Palestina dan teroris sayap kiri Jerman pada bulan Juli 1976 di Entebbe, Uganda, yang terkenal itu. Kita bisa melihat disini bahwa penulis novel ini, Giles Foden pandai memadukan antara kejadian nyata dan fiksi. Pada kejadian di airport ini, ide Garrigan yang bermaksud membunuh Amin tercium oleh ajudan Amin. Garrigan kemudian disiksa dan digantung dengan cara tulang rusuknya ditusuk dengan dua buah kait. Adegan ini disajikan dengan cukup mencekam, bagaimana kemudian Garrigan dibantu rekannya dr. Thomas Junju (David Oyelowo) untuk keluar dari Uganda dan menyelinap masuk rombongan orang-orang non-Israel yang disandera.

Peristiwa pembajakan pesawat Air France yang mendarat di Uganda ini melahirkan kesepakatan, bahwa sandera-sandera yang tidak berkewarganegaraan Israel dibebaskan. Sedangkan sandera-sandera berkewarganegaraan Israel dan berkebangsaan Yahudi tetap ditahan pembajak di Bandara Entebbe dibawah patronase serdadu Uganda. Namun pada 3 Juli 1976, yaitu empat hari setelah warga non-Yahudi dibebaskan para pembajak, Sayeret Matkal (pasukan elit operasi khusus negara Israel) dipimpin Kolonel Jonathan Netanyahu (kakak mantan Perdana Menteri/PM Israel, Benjamin Netanyahu) menyerbu Entebbe guna membebaskan warga Israel yang disandera lewat Operasi Entebbe yang legendaris itu. Operasi itu berhasil membebaskan para sandera Israel dan langsung dibawa pulang ke Israel, sementara pembajak yang jumlahnya enam orang tewas dibunuh pasukan komando Israel bersama 45 serdadu Uganda yang melindunginya. Sayeret Matkal sendiri hanya kehilangan Kolonel Netanyahu yang mati ditembak penembak jitu serdadu Uganda. Operasi penyelamatan berlangsung di kegelapan malam saat warga Uganda tertidur lelap, termasuk Presiden Idi Amin. Keesokan harinya, Amin baru dikabari bahwa pasukan Israel telah datang tiba-tiba dan berhasil membebaskan para sandera dan langsung membawa mereka ke Israel. Amin murka dan menyampaikan protes ke Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), karena dianggap Israel telah melanggar kedaulatan Uganda. Indonesia kala itu juga ikut mengutuk aksi pasukan Sayeret Matkal dalam Operasi Entebbe.Tetapi PBB malah membenarkan aksi militer Israel itu, yang dilakukan demi menyelamatkan warganya yang tersandera.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar