A SONG FOR A RAGGY BOY
Directed by Aisling Walsh
Writing credits (in alphabetical order)
Patrick Galvin
Kevin Byron Murphy
Aisling Walsh
Cast (in credits order)
Aidan Quinn .... William Franklin
Iain Glen .... Brother John
Dudley Sutton .... Brother Tom
Marc Warren .... Brother Mac
Claus Bue .... Bishop
Alan Devlin .... Father Damian
Stuart Graham .... Brother Whelan
John Travers .... Liam Mercier
Chris Newman .... Patrick Delaney
Simone Bendix .... Rosa
Sebagaimana dunia tercengang dengan pengungkapan kasus pada awal-awal tahun 2000 sampai dengan sekarang tentang sexual abuse yang bersifat pedofilia dan tindak kekerasan yang dilakukan oleh biarawan-biarawan yang semestinya menjadi pelindung bagi anak-anak yang sebagian besar yatim-piatu ini. Film ini sepertinya hadir pada saat yang bertepatan dengan pengungkapan kasus-kasus itu.
Film ini berdasar dari kisah nyata (otobiografi) yang ditulis oleh Patrick Galvin. Mengambil dari kisah dan pengalamannya ketika berada di Sekolahan khusus anak-anak nakal (prayuana/ sekolah tetapi lebih bersifat penjara bagi anak-anak) St. Jude Reformatory di Irlandia di tahun 1939. Film ini dikemas dalam dialek Irlandia yang kental, dengan sinematografi dan musik yang sangat bagus. Film ini adalah film yang cukup berat untuk ditonton, tidak ada segi entertainment-nya, sebaliknya berisikan adegan-adegan yang cukup keras dan menguras emosi. Penonton dihadapkan dengan pada sisi gelap kaum rohaniawan. Sangat mengerti Firman Tuhan namun kehilangan kasih. Lebih jahat dari orang-orang biasa.
Anak-anak yang mengalami tindakan kekerasan ini merasakan suasana yang berbeda dengan kehadiran seorang guru yang baru William Franklin. Franklin adalah mantan pejuang dengan background “communist” dan ikut aktif dalam perang sipil di Spanyol, dalam perang tersebut Franklin kehilangan istri dan sahabatnya, dan cukup membuatnya shock berat ditambah dengan kekalahan pihak communist dalam perang sipil tersebut. Sekembalinya dari Spanyol ke Irlandia, Franklin berusaha mencari pekerjaan, dan satu-satunya pekerjaan yang menerima dia adalah sekolah St. Jude Reformatory.
Franklin mengajar murid-murid yang rata-rata berusia 13 tahun, yang hampir semuanya buta huruf. Kesabarannya membawa anak-anak ini untuk membuat mereka membaca-tulis, menghasilkan anak-anak yang hampir seluruhnya memahami karya sastra yang baik. Figur Franklin adalah sebuah ironi dari sekelompok “abusive staff” dari kalangan gereja. Sementara para biarawan mengajar sebuah disiplin dengan kekerasan, namun dipihak lain Franklin yang sekularis itu mengajar disiplin dengan kasih dan perhatian. Kehidupan Pribadi Franklin yang digambarkan sebagai seorang yang putus-asa, selalu kelihatan kurang tidur. Namun pada saat berinteraksi dengan anak-anak dan melihat penderitaan anak-anak muncul sikap humanity-nya. Ini adalah sikap yang berlawanan dengan sikap-sikap biarawan yang cenderung “enjoy” menyiksa anak kecil. Orang bekas komunis itu memiliki sikap kasih yang tidak dimiliki oleh kaum rohaniawan. Apakah Franklin tetap komunis?, tidak dijelaskan secara eksplisit dalam film ini, namun menjabaran secara visual menunjukkan bahwa Franklin mampu membuat anak-anak memiliki pengalaman yang belum pernah dialami mereka yaitu “merayakan malam natal yang indah”. Pada malam natal tahun 1939 Franklin membawa anak-anak berjalan-jalan dan membagi-bagikan hadiah kepada anak-anak itu sambil bercanda “do you believe in St Claus?” sembari membagikan hadiah.
Namun pada keesokan harinya anak-anak tersebut dihadapkan kepada suasana yang bertolak belakang, Brother John (yang bertugas sebagai pendisiplin murid2) menyiksa 2 orang kakak-beradik hanya karena melanggar jam bangun pagi dan malanggar batas tembok karena mereka ingin mengucapkan merry cristmast dan bertukar hadiah kepada saudaranya. 2 anak tersebut disiksa gara-gara indisipliner ini. Franklin menentang tindakan Brother John “bagaimana kamu melakukan ini pada hari natal?” Kehidupan hipokrit kaum rohaniawan ditampakkan jelas, satu sisi mengajarkan tentang Yesus tapi disisi lain memperkosa anak-anak, dan setelah melakukannya berdoa untuk pengampunan dosa.
Film ini ditutup dengan kejadian yang dialami oleh murid kesayangan Franklin : Liam Mercier yang mengalami penyiksaan fisik sampai mati. Franklin sangat menentang keputusan gereja yang menyatakan bahwa kematian Mercier itu karena sakit, ini adalah kebohongan besar! Pada pidato persemayaman Franklin mengatakan : “Liam Mercier sepanjang hidupnya mengalami abusement : pertama-tama oleh keluarganya sendiri, kemudian oleh staff di St. Jude, bahkan pada saat mati-pun masih di-abuse oleh gereja dengan mengatakan kematiannya adalah karena sakit. Ada iblis ditempat ini”.
Franklin orang bekas komunis itu, orang yang pernah menentang Tuhan, yang mungkin tidak tahu banyak tentang “tata krama agama” tetapi lebih memiliki kasih. Dan menjadi figur “Bapak” bagi anak-anak yang terlantar ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar